Aku hanyalah seorang wanita biasa.
Dan aku hanyalah seorang wanita biasa yang memutuskan untuk mengenakan hijab dua tahun silam.
Apapula yang membuatku ’tuk mengambil keputusan ini?
Dulu, ketika aku terlelap di malam hari, ketika aku terbuai dalam mimpi, disanalah aku bertemu dengan seorang laki-laki paruh baya.. Seorang lelaki yang kharismatik, dengan guratan-guratan nafas kehidupan diwajahnya. Dengan tutur kata yang halus dan gerak-gerik yang menawan, ia berusaha untuk menarik perhatianku. Ia coba untuk menyampaikan sesuatu kepadaku.
Ya… aku memang terpesona dibuatnya, dan aku berupaya ‘tuk mengerti makna yang tersirat dari apa yang telah disampaikannya kepadaku.
Sungguh luar biasa.. karena akhirnya kuketahui, bahwa ia menghendakiku ’tuk mengenakan hijab.
Apakah aku serta-merta merubah penampilanku karena semua ini?
Tidak..
Aku cuai, aku acuh dengan apa yang telah aku alami.
Sungguh, aku sempat meragukan hal ini, walaupun sedikit terbesit anganku ’tuk melakukan apa yang ia minta.
Aku meragu dan berfikir, apakah aku ini pantas mengenakan hijab? Sholatku saja bisa dihitung dengan jari, dan mengajipun hanya sekali-sekali saja.
Hingga pada suatu saat, kembali aku terbuai dalam mimpi..
Pria itu kembali menghampiriku dan mengajakku kesuatu tempat..
Begitu suci, putih, dan damai.. Itulah kesan pertamaku saat melihat tempat itu.
Begitu pula dengan para penghuninya, begitu sopan, ramah dan suci..
Tertegunku melihat perbedaan antara para wanita penghuni tempat itu, dengan diriku sendiri.
Sungguh, saat itu aku merasa menjadi wanita paling hina..
Para wanita itu begitu halus, lembut, dan suci tampaknya. Ya.. mereka mengenakan hijab, tanpa kecuali..
Kemudian aku terbangun, dan tersadar dari mimpi. Aku putuskan ’tuk mencari jawaban atas apa yang telah aku alami.
Pertanyaan, demi pertanyaan ku lontarkan kepada mereka yang memang telah mengenakan hijab.
Hingga aku berhenti pada satu jawaban yang bisa membuat aku menjadi seperti sekarang ini.
” Sekar, jika kita tidak memulainya dari sekarang, kapan lagi? Umur kehidupan seseorang itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Janganlah kau sia-siakan kesempatan ini. Jika kamu belum merasa pantas untuk mengenakannya, buatlah dirimu pantas mulai saat ini. Kamu bisa belajar seiring dengan berjalannya waktu. ”
Kini, dua tahun sudah kulalui dengan hijabku.
Dan, apakah aku sudah menjadi wanita muslimah yang sholehah seutuhnya?
Belum....
Cobaan demi cobaan hidup terus kualami, godaan-godaan syaitan dan hawa nafsu terus menghujatku, terus mengintimidasiku, dan terus memojokkanku.
Sesungguhnya, musuh terbesar bagiku adalah diriku sendiri.
Aku bagaikan terpecah menjadi dua kepribadian.
Di satu sisi, aku begitu rajin dan sholehah nampaknya, namun disisi lain aku bisa menjelma menjadi pribadi yang begitu liar, begitu keras kepala, dan pemalas.
Hingga suatu kali aku merasa benar-benar seperti kehilangan sandaran, sampai aku tega ’tuk meninggalkan sholat lima waktu, dan meninggalkan dzikir, hanya gara-gara masalah sepele, tanpa ada rasa sesal dihatiku.
Rutinitas pekerjaan, hingar bingar suasana pesta, musik, dan bahkan situs jejaring sosial seperti ”FaceBook” pun telah mampu mengalihkan perhatianku.
Sungguh, semua itu adalah urusan duniawi, yang belakangan ini kusadari bahwa semua hanyalah kebahagiaan yang semu.
Ingin rasanya kubertanya kepada kalian,
Apakah kalian juga mengalami hal yang sama dengan apa yang telah kualami?
Apakah kalian juga berani meninggalkan ”kewajiban” yang hanya lima kali dalam satu hari itu, tanpa ada rasa sesal sama sekali?
Apakah kalian juga lebih mementingkan untuk ”update status” setiap hari, setiap menit, setiap detik daripada sholat tepat waktu, seperti apa yang telah aku lakukan?
Aku MALU..
Aku MALU pada diriku yang telah menorehkan luka dihatiku sendiri
Aku MALU pada hijabku, yang menangis karena kelakuanku sendiri..
Lalu,
Apapula bedanya aku dengan ”wanita penjaja seks” diluar sana?
Apapula bedanya aku dengan “penjual gosip” diluar sana?
Jika aku masih berpijak pada kemunafikanku sendiri..
Ya Allah, Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Puji syukur ku panjatkan kehadiratMu.
Yang masih memberikan aku kesempatan ’tuk perbaiki segalanya,
Yang masih memberikan aku kesempatan ’tuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan 1 syawal 1430 H ini.
Kusadari, kematian adalah rahasia Ilahi..
Begitu pula dengan kematianku..
Bisa dua atau tiga hari yang akan datang.. atau mungkin sepersekian detik setelah tulisan ini dibuat.
Wahai Sang Penguasa Kehidupan..
Maka, perkenankanlah hambamu ini ’tuk berucap:
” Astaghfirullaahal ’azhiimi alladzii laa illaaha illa huwal hayyul qayyuumu wa atuubu ilaih ” 3x..
Ya Allah..
Tuntunlah aku kembali menuju jalan lurusMu..
Bismillah..
(”Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali bila kaum yang bersangkutan berusaha mengubah sendiri keadaannya ” Qs. Ar-Ra’du:11)
- 21-08-09 -
Menjelang Ashar
Monday, November 14, 2011
~ Panggung Realitas ~
By. Sekar Samantha
Aku, disini berdiri tegak diatas sebuah "Panggung Realitas"
Aku, adalah diriku sendiri yang berperan sebagai "aku"
Aku, tak ubahnya seperti seorang wanita pada umumnya..
Namun aku, bukanlah seorang wanita lemah..
Aku, bukanlah seorang wanita yang 'kan menyerah begitu saja diatas "Panggung ini"
"Panggung ini" sangat besar..
Besar bagi mereka yang berhati dan berjiwa kecil..
Namun kawan,
"Panggung ini" akan terlihat kecil bagi mereka yang berhati dan berjiwa besar..
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat melihat "Panggung ini" sebagai sesuatu yang kecil??
Entahlah...
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat memilih peran yang disuka??
Tidak kawan..
Lantas, apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat menyelesaikan perannya dengan baik diatas "Panggung ini"??
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka bisa memilih jalan cerita yang dikehendaki??
Ya kawan..
Aku, kamu, kita, kami dan mereka dapat memilih jalan cerita masing-masing..
Jalan cerita adalah sebuah pilihan atas dasar kesempatan yang ada..
Berupayalah agar akhir cerita ini sesuai dengan apa yg aku, kamu, kita, kami dan mereka mahu..
Namun kawan, ingatlah bahwa..
Akhir cerita bukanlah aku, kamu, kita, kami, dan mereka yang menentukan..
Tetapi..
Hanya Dia yang sanggup menentukan akhir dari jalan cerita ini..
Hanya Dia yang mampu 'tuk mengakhiri cerita aku, kamu, kita, kami, dan mereka..
Karena Dia adalah "Sang Pemilik Panggung"...
Aku, disini berdiri tegak diatas sebuah "Panggung Realitas"
Aku, adalah diriku sendiri yang berperan sebagai "aku"
Aku, tak ubahnya seperti seorang wanita pada umumnya..
Namun aku, bukanlah seorang wanita lemah..
Aku, bukanlah seorang wanita yang 'kan menyerah begitu saja diatas "Panggung ini"
"Panggung ini" sangat besar..
Besar bagi mereka yang berhati dan berjiwa kecil..
Namun kawan,
"Panggung ini" akan terlihat kecil bagi mereka yang berhati dan berjiwa besar..
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat melihat "Panggung ini" sebagai sesuatu yang kecil??
Entahlah...
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat memilih peran yang disuka??
Tidak kawan..
Lantas, apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka dapat menyelesaikan perannya dengan baik diatas "Panggung ini"??
Apakah aku, kamu, kita, kami, dan mereka bisa memilih jalan cerita yang dikehendaki??
Ya kawan..
Aku, kamu, kita, kami dan mereka dapat memilih jalan cerita masing-masing..
Jalan cerita adalah sebuah pilihan atas dasar kesempatan yang ada..
Berupayalah agar akhir cerita ini sesuai dengan apa yg aku, kamu, kita, kami dan mereka mahu..
Namun kawan, ingatlah bahwa..
Akhir cerita bukanlah aku, kamu, kita, kami, dan mereka yang menentukan..
Tetapi..
Hanya Dia yang sanggup menentukan akhir dari jalan cerita ini..
Hanya Dia yang mampu 'tuk mengakhiri cerita aku, kamu, kita, kami, dan mereka..
Karena Dia adalah "Sang Pemilik Panggung"...
~ Arti Hidup ~
By. Sekar Samantha
Kehidupan itu adalah indah,
Kehidupan itu adalah seberkas cahaya yang sarat akan makna,
Dan menjadi hidup di dunia ini,
adalah nikmat terindah yang patut kita syukuri.
Ada saatnya kita "bahagia",
ada pula saatnya kita "menangis" dibuatnya.
Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua hal yang tak dapat dipungkiri.
Bersyukurlah ketika bahagia,
Mintalah petunjukNya dan dengarkan kata hatimu dikala kesedihan menghinggapimu.
Janganlah dirimu menjadi bimbang hanya karena suatu hal yang tidak essensial,
Tetaplah teguh pada pendirianmu,
Dan berpijaklah pada apa yang telah menjadi keyakinanmu.
Umur kehidupan akan semakin berkurang,
Seiring dengan bertambahnya umur seseorang,
Dan ketika kesempatan itu datang,
Kejarlah mimpimu,
Dan jangan ada kata "menyerah" dalam hidupmu.
Doa dan kerja keras adalah kunci sukses meraih kehidupan.
Namun semua itu, DIA - lah yang menentukan,
Karena "kehidupan" ini hanyalah milik Sang "KHALIK" semata...
Kehidupan itu adalah indah,
Kehidupan itu adalah seberkas cahaya yang sarat akan makna,
Dan menjadi hidup di dunia ini,
adalah nikmat terindah yang patut kita syukuri.
Ada saatnya kita "bahagia",
ada pula saatnya kita "menangis" dibuatnya.
Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua hal yang tak dapat dipungkiri.
Bersyukurlah ketika bahagia,
Mintalah petunjukNya dan dengarkan kata hatimu dikala kesedihan menghinggapimu.
Janganlah dirimu menjadi bimbang hanya karena suatu hal yang tidak essensial,
Tetaplah teguh pada pendirianmu,
Dan berpijaklah pada apa yang telah menjadi keyakinanmu.
Umur kehidupan akan semakin berkurang,
Seiring dengan bertambahnya umur seseorang,
Dan ketika kesempatan itu datang,
Kejarlah mimpimu,
Dan jangan ada kata "menyerah" dalam hidupmu.
Doa dan kerja keras adalah kunci sukses meraih kehidupan.
Namun semua itu, DIA - lah yang menentukan,
Karena "kehidupan" ini hanyalah milik Sang "KHALIK" semata...
~ Langkah Kaki ~
By. Sekar Samantha
Tertatihku pada langkah kakiku sendiri..
Ku tuai duka, lara, dan bahagiaku sendiri..
Ketika tabir keimanan hanya menyisakan semburat cahaya redup..
Emosi jiwa, nafsu, dan murka begitu menyayat hati... Pilu...
Dan ketika hanya tersisa hitam dan putih..
Begitu nyata, begitu semu..
Mampukah aku 'tuk tentukan langkah kakiku sendiri?
Tertatihku pada langkah kakiku sendiri..
Ku tuai duka, lara, dan bahagiaku sendiri..
Ketika tabir keimanan hanya menyisakan semburat cahaya redup..
Emosi jiwa, nafsu, dan murka begitu menyayat hati... Pilu...
Dan ketika hanya tersisa hitam dan putih..
Begitu nyata, begitu semu..
Mampukah aku 'tuk tentukan langkah kakiku sendiri?
Surgamu Ada Di Telapak Kaki Ibumu
By. Sekar Samantha
engkau yang kenalkan aku kepada Tuhan-ku, kepada Pencipta-ku,
memanjatkan rasa syukur,
serta memohon ampunan atas segala dosaku hanya kepada-NYA...
engkau ajari aku untuk membaca kitab ALLAH SWT, Tuhan-ku yang telah menciptakan-ku...
dan engkau jua yang menuntunku untuk mempelajari dan mengkajinya,
'tak pernah ada kata lelah darimu untuk menemaniku bermain sepanjang waktu,
dan tak pernah ada kata bosan darimu untuk mengenalkan hijab kepadaku,
serta membantuku mengenakannya untuk yang pertama kali...
engkau ajari aku untuk memberi,
serta tolong menolong dalam kebaikan...
atau bersabar dalam cobaan...
ingin rasanya aku ungkapkan kerinduanku ini kepadamu, bu...
ingin sekali rasanya aku menatap syahdu seraut wajahmu yang tak lagi muda,
atau sekedar menatap matamu lekat-lekat sebagaimana engkau menatap mataku dulu...
sentuhan kasihmu,
belaian kasih sayangmu,
halusnya tutur katamu, tak 'kan pernah bisa aku dustakan...
"oh ibu.. betapa besarnya rasa sayangmu kepadaku..."
ingin sekali kudekap erat hangatnya tubuhmu,
dan mengecup lembut keningmu,
seraya berbisik di telingamu ...
"terima kasih bu"...
"...aku sayang padamu..."
engkau yang kenalkan aku kepada Tuhan-ku, kepada Pencipta-ku,
dan bagaimana caraku harus beribadah kepada-NYA...
serta memohon ampunan atas segala dosaku hanya kepada-NYA...
engkau ajari aku untuk membaca kitab ALLAH SWT, Tuhan-ku yang telah menciptakan-ku...
dan engkau jua yang menuntunku untuk mempelajari dan mengkajinya,
'tak pernah ada kata lelah darimu untuk menemaniku bermain sepanjang waktu,
dan tak pernah ada kata bosan darimu untuk mengenalkan hijab kepadaku,
serta membantuku mengenakannya untuk yang pertama kali...
engkau ajari aku untuk selalu tersenyum dalam kepahitan,
atau bersabar dalam cobaan...
ingin rasanya aku ungkapkan kerinduanku ini kepadamu, bu...
ingin sekali rasanya aku menatap syahdu seraut wajahmu yang tak lagi muda,
atau sekedar menatap matamu lekat-lekat sebagaimana engkau menatap mataku dulu...
belaian kasih sayangmu,
"oh ibu.. betapa besarnya rasa sayangmu kepadaku..."
ingin sekali kudekap erat hangatnya tubuhmu,
dan mengecup lembut keningmu,
seraya berbisik di telingamu ...
"terima kasih bu"...
"...aku sayang padamu..."
Nasihat rasulullah, nasihat rasulullah kepada aisyah ra, nasihat rasulullah kepada istrinya, nasihat rasulullah kepada wanita
Isi nasihat Rasulullah kepada Aisyah adalah: “Hai Aisyah, peliharalah diri kamu. Ketahuilah bahwa sebagian besar daripada kaum kamu (kaum wanita) adalah menjadi kayu api di dalam neraka”.
Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu :
(a) Bahwa wanita yang mengingkari kebajikan (kebaikan) yang diberikan oleh suaminya, maka amalannya akan digugurkan oleh Allah
(b) Bahwa isteri yang memandang jahat (menuduh atau menaruh sangkaan buruk terhadap suaminya), maka Allah akan menghapuskan muka dan tubuhnya pada hari kiamat.
(c) Bahwa isteri yang memandang jahat (menuduh atau menaruh sangkaan buruk terhadap suaminya), maka Allah akan menghapuskan muka dan tubuhnya pada hari kiamat.
(d) Bahwa isteri yang tidak memenuhi kemauan suaminya di tempat tidur atau menyusahkan urusan ini atau mengkhiananti suaminya, maka akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat dengan muka yang hitam, matanya kelabu, ubun-ubunnya terikat kepada dua kakinya di dalam neraka.
(e) Bahwa wanita yang mengerjakan sholat dan berdoa untuk dirinya tetapi tidak untuk suaminya, maka akan dipukul mukanya dengan sholatnya.
(f) Bahwa wanita yang dikenakan musibah ke atasnya lalu dia menampar-nampar mukanya atau merobek-robek pakaiannya, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan istri nabi Nuh dan istri nabi Luth dan tiada harapan mendapat kebajikan syafaat dari siapa pun.
(g) Bahwa wanita yang berzina akan dicambuk dihadapan semua makhluk di neraka pada hari kiamat, tiap-tiap perbuatan zina dengan lapan puluh kali cambuk dari api.
(h) Bahwa istri yang mengandung (hamil), baginya pahala seperti berpuasa pada siang harinya dan mengerjakan qiamullail pada malamnya serta pahala berjuang fi sabilillah.
(i) Bahwa istri yang bersalin (melahirkan), bagi tiap-tiap kesakitan yang dideritainya diberi pahala memerdekakan seorang budak. Demikian juga pahalanya setiap kali menyusukan anaknya.
(j) Bahwa wanita apabila bersuami dan bersabar dari menyakiti suaminya, maka diumpamakan dengan titik-titik darah dalam perjuangan fisabilillah.
Menunda Dunia Untuk Allah
oleh Ust. Yusuf Mansyur
Ada hadiah dari Allah buat siapa saja yang mementingkan diri-Nya
Kan banyak tuh orang-orang yang gelisah tapi ga tahu kenapa dia bisa gelisah? Maka coba aja jajal koreksi dari sisi ini.
(source: unknown)
Bagi saya, persoalan shalat adalah persoalan tauhid. Sebab tauhid kan sederhananya: Mengenal Allah. Lalu bagaimana kualitas shalat kita, sebagaimana itulah kita bertauhid kepadanya. Memang ada urusan lain di urusan shalat, tapi semua bermula dari sini... Dari shalat...
Perrmohonan maaf kepada para peserta sebab kemaren sempat kosong tidak ada materi. Alhamdulillah pagi ini kita ketemu lagi. Insya Allah pembahasannya masih seputar shalat. Sebab buat saya, urusan shalat itulah urusan tauhid.
Kemaren pagi jam 11 saya nemanin istri saya check-up kami punya baby di rumah sakit. Diberitahu bahwa dokternya hanya sampe jam 13 saja. Alhamdulillah, urusan shalat nomor satu. Saya mengincar pom bensin di menjelang Mal Puri. Di sana ada tempat shalat yang bersih. Saya belajar seperti ini. Dan saya menyuarakan agar sebanyak-banyaknya orang juga begini. Betul-betul waspada di urusan shalat. Dan alhamdulillah malah nyampe jam 12.40-an. Masih belum terlambat.
Nah, kadang suka timbul pikiran begini, shalat di sana saja dah. Takutnya telat. Ntar dokternya malah pergi lagi. Akhirnya malah kadang terlambat semua mua. Datangnya juga terlambat. Dan sering juga akhirnya shalat di akhir waktu. Saya menikmati benar mendahulukan Allah ini. Saya yakin, yang punya jalan adalah Allah. Sehingga kalau mendahulukan Allah, niscaya jalanan akan dibuat lenggang oleh Allah Pemilik Jalan.
Begitulah Saudara-saudaraku, peserta KuliahOnline. Percuma juga kita bicara Allah bila kemudian urusan shalat kita berantakan. Persoalan shalat sebenernya dijadikan Kuliah Dasar tersendiri. Namun, karena bagi saya ini persoalan yang mendasar, maka ia dijadikan sebagai bahagian dari Kuliah Tauhid.
Kalau dilihat perilaku manusia-manusia di Indonesia ini, memang bertuhan namun sebenernya masih perlu dipertanyakan lagi ketuhanannya. Sebab seperti ga kenal sama Allah. Contoh, di dalam pesta perkawinan, wuh, soal shalat, kayak ga ketemu shalat tepat waktu di sini, kecuali segelintir saja. Di mall, di perkantoran, di gedung-gedung, sedikit sekali yang betul-betul memerhatikan shalat sebagai cerminan bertauhid yang benar.
Ok, sebagai kelanjutan bicara-bicara ini, mari kita lanjutkan pembahasan seputar shalat. Selamat menikmati esai-esai pendek. Saya pilih juga cara penyajian dengan esai-esai pendek agar peserta mudah mempelajari dan memahami. Juga mudah mendistribusikan lagi kepada yang lain sebagai perpanjangan dakwah saya dan kawan-kawan. Amin.
RobbijĆ¢€™alnii muqiimash sholaah wa min dzurriyyatii, ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak keturunanku sebagai orang-orang yang menegakkan shalatĆ¢€¦
Si A, membawa surat interview.
Dia ini orang yang terbiasa tepat waktu.
Ia gelisah. Sebab di surat interview itu, ia dipanggil jam 11.00. Jam yang rawan bagi dia.
Rawan apaan?
Rawan untuk tidak bisa mempersiapkan diri shalat tepat waktu.
Subhaanallaah! Padahal jam 11 kan masih jauh? Masih 1 jam menuju waktu shalat.
Iya. Itu kalo dia prediksi wawancara bisa berlangsung tepat waktu. Bagaimana kalau pewawancara telat. Atau ia datang di urutan wawancara nomor ke sekian? Atau wawancara akan masih berlangsung sedang waktu shalat sudah menjelang. Lihat ya, baru "sudah menjelang", bukan sudah datang.
Pikiran ini betul-betul mengganggu si A ini.
Tapi karena dia butuh pekerjaan, kemudian dia tetap memutuskan untuk datang.
Jam 11 kurang dia sudah sampai. Dia catatkan namanya untuk interview. Ternyata hanya dia seorang. Aman nih.
Tapi apa yang terjadi? Ternyata si penginterview dipanggil oleh direksi. Sampe jam 11.30-an ga kunjung ada kejelasan apakah wawancara bisa dilaksanakan atau tidak, atau di jam berapa wawancara bisa dilaksanakan.
Di mata si A ini, pertanyaan itu jelas ia jawab, atau bahasa lainnya, jawabannya jelas: Batal.
Betul: Batal.
Dia memilih tidak wawancara bila wawancara itu dilakukan di jam 12 lalu mengganggu jadual shalatnya. Masya Allah.
"Mbak, saya izin dulu ya. Nanti saya balik lagi. Saya titip tas di sini," katanya kepada resepsionis.
"Bawa aja tas nya. Emangnya mau kemana? Bapak sebentar lagi barangkali datang."
"Mau shalat dulu."
"Oh… Silahkan… Nanti saya beritahu Bapak."
Alhamdulillah, pikir si A. Kirain akan dimarahin. Ini malah dipersilahkan dan akan dibantu untuk memberitahukan ke pewawancara. Alhamdulillah.
***
Sesampenya si A di ruang mushalla, belum ada orang. Sebab baru jam 12.50. saat itu, zuhur jam 12.08.
Kira-kira jam 12-an lewat, tapi belum datang saatnya azan, datang seorang bapak. Bersih wajahnya. Berseri. Bapak ini sudah datang dalam keadaan berwudhu. Ditemani oleh dua orang lagi di sebelahnya. Juga dalam keadaan sudah berwudhu nampaknya. Sebab si A tidak melihat ada tanda-tanda bekas air wudhu baru.
"Mas, bukan pegawai sini ya?" tanya salah satu dari yang tiga orang tersebut.
"Iya Pak"
"Eh, kemana yang azan? Koq belum azan nih?" cetus lagi yang satu, sambil melihat jam.
"Saya saja Pak yang azan," kata si A.
Dalam keadaan rapih baju dan celananya, dan dalam keadaan wangi, si A, azan. Ada rasa kebanggaan di hatinya, bahwa dia bisa mengalahkan interview untuk dapat azan dan shalat zuhur berjamaah.
Berdirilah yang tiga orang tersebut, sambil menunggu azan selesai. Seolah-olah mereka mendampingi si A ber-azan.
Selepas azan, si A tidak sempat lagi bicara-bicara dengan tiga orang tersebut. Sebab mushalla sudah keburu ramai.
Hanya, selepas shalat ba’diyah, pundaknya ditepuk oleh salah satu dari yang tiga. "Mas yang akan diwawancara oleh saya ya?"
Kagetlah si A. Rupanya ia bersama-sama sang pewawancara. Satu shaf.
"Yang ngimamin shalat itu, Dirut kita," katanya datar. "Kita tunggu beliau selesai shalat sunnah."
Singkat cerita, malah si A itu diajak makan siang bersama. Dua dari yang tiga, adalah direksi. Sedang yang mewawancara pun nampaknya memiliki jabatan yang cukup tinggi di kantor tersebut.
Sungguh beruntung si A. Ia jaga shalatnya, malah Allah dudukkan dia dalam posisi yang sangat mulia.
Bagaimana lalu dengan awawancaranya? Ya sudah tidak perlu diwawancara kali. Pertemuan di mushalla, dan azannya si A, sudah menyelesaikan wawancara. Alhamdulillah, subhaanallaah.
Para Peserta Kuliah Online yang budiman, kalau kita hidup dalam aturan Allah, maka Allah akan mengaturkan hal-hal yang terbaik buat kita. Allah Maha Mengendalikan dunia ini, dan DIA Maha Mengetahui apa yang akan terjadi. Pintu rizki pun di tangan-Nya. Bukan di tangan siapa-siapa.
***
Memberi Jam yang Terbaik
Allah begitu baik sama kita.
Sedangkan kitaĆ¢€¦?
Judul di atas bukan bermaksud memberi hadiah jam tangan. Bukan. Maksudnya, memberikan waktu terbaik kita buat Allah. Tidak mudah loh menerapkan hal ini. Makanya, mintalah bantuan, bimbingan, dan pertolongan Allah, agar bisa memberikan kepada Allah, waktu terbaik untuk-Nya.
Jadilah orang yang berbahagia, di mana ketika orang sedang sibuk-sibuknya, kita bisa memotong menghadiahkan waktu yang berharga yang kita miliki, buat Allah. Bukankah sejatinya semua punya Allah?
Berikut ini kira-kira waktu terbaik kita:
1. Waktu istirahat kita di pertengahan malam, di dua pertiga malam, dan atau di sepertiga malam. Untuk bangun malam. Untuk ruku’ dan sujud, memuji Allah dan memohon pertolongan- Nya. Memohon bimbingan-Nya agar kita tidak kelelahan dalam menjalani hidup ini. Agar anak-anak menjadi anak-anak yang saleh salehah. Agar orang-orang tua kita panjang umur, sehat dan diampuni Allah. Dan masih banyak lagi lah. Wuah, ini berat. Tidak sedikit yang tidak mampu mengorbankan waktu tidurnya. Karena lelahnya mencari dunia, kita lalu tidak bisa bangun malam. Atau karena banyaknya dunia yang di tangan kita, kita lalu berat untuk bangun malam. Suasana pun barangkali sedang nyaman, tidak sedang bermasalah.
2. Waktu pagi. Ketika manusia langsung ngebut dengan pekerjaannya, dengan usahanya, dengan kesibukannya, kita korbankan dulu barang sedikit untuk menegakkan shalat dhuha. Dan sebelumnya, ketika manusia langsung berburu dunia, kita malah tahan dulu barang sebentar untuk menegakkan shalat shubuh. Subhaanallaah. Kalau bisa shalat shubuhnya di masjid. Masya Allah. Kita ajak anak-anak dan istri.
3. Jam zuhur. Jam sibuk-sibuknya. Traffic lagi tinggi-tingginya. Ketika pelanggan lagi banyak-banyaknya, kita ridho meninggalkannya demi Yang Memiliki diri kita dengan seluruh pemberian-Nya. Ga usah khawatir degan berkurangnya perniagaan. Lihat saja Mekkah dan madinah. Ketika jam shalat, mereka tutup. Akhirnya apa? Allah malah memberikan international buyer, pembeli internasional. Bukan sekedar local buyer.
4. Jam ashar. Jam ngantuk. Kita segarkan diri kita, dengan air wudhu. Kita segarkan batin kita, jiwa kita, raga kita, dengan shalat ashar. Sungguh banyak kemuliaan bacaan-bacaan habis ashar. Insya Allah akan saya banyak tulis di website.
Jam macet. Jam pulang. Banyak manusia yang terjebak di kemacetan, karena berburu pulang cepat. Akhirnya tetap saja kemaleman karena memang macet. Kalau memang macet-macet juga, kenapa tidak kita tunggu saja sampe maghrib usai. Atau syukur-syukur kita sekalian selesaikan isya, baru kita pulang. Kalau tetap khawatir, misalkan pulang jam 5, maka jam 18 mampir ke masjid. Jalan lagi usai maghrib. Lalu, mampir lagi jelang isya. Dan jalan lagi setelah shalat isya. Repot memang. Tapi insya Allah yang begini ini yang kelak akan Allah istimewakan. Manusia mau lelah, mau cape. Tapi kali ini cape dan lelahnya, buat Allah. Bukan seperti selama ini yang untuk dunianya, untuk perutnya, untuk keseombongannya, untuk hawa nafsunya. Subhaanallaah.
***
Habis, Kita Digaji Beliau Sih...
Kita tidak pernah tahu dengan sungguh-sungguh
darimana rizki kita berasal. Barangkali, karena
itulah kita jarang mengistimewakan Allah.
"Pak Helmy, ke ruang saya ya…", perintah bos besar, datar. Tanpa ada nada suruh cepat-cepat, dan tidak ada juga perintah untuk bersegera. Perintahnya bener-bener datar.
Bos besar ngangkat telpon, dan menekan shortcut number yang tersambung ke ruangan Pak Helmy, dan lalu bicara begitu: "Pak Helmy, ke ruang saya ya…".
Itupun dilakukan si bos besar ini tanpa menunggu jawaban dari Pak Helmy, apakah bisa atau tidak. Dan bos besar pun tidak tahu juga barangkali siapa yang ngangkat telpon di ruangan Pak Helmy tersebut. Apakah benar Pak Helmy, atau bukan?
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita jadi Pak Helmy, maka kita wajibkan diri kita untuk menyegerakan diri ke ruangan bos besar. Kita lalu merapihkan diri, dan bahkan seperti sudah menebak apa kemauan bos besar, kita ke ruangannya membawa data-data yang barangkali diperlukan, supaya bos besar senang.
Kalau kita jadi Pak Helmy, umpama ternyata sekretaris ruangan Pak Helmy yang mengangkat telpon itu, lalu kemudian si sekretaris ruangan itu lupa menyampaikan bahwa bos besar memanggil, maka marahlah Pak Helmy, dan bersegeralah dia meminta maaf kepada bos besar seraya menyampaikan bahwa dia salah.
Kalau kita ditegor orang, "Duuuh, segitunya kalo dipanggil bos…". Maka kita akan menjawab, "Ya wajarlah. Sebab dia kan bos nya saya. Dia yang menggaji saya. Saya bekerja di perusahaan ini sebab kebaikan dia".
Luar biasa. Begitu hebatnya "tauhid" kita kepada bos besar tersebut.
Lalu, bagaimana dengan panggilan Allah? Bagaimana keadaan hati kita? Bagaimana keadaan diri kita? Bagaimana penampilan kita? Bagaimana sikap kita? Silahkan jawab sendiri. Masing-masing. Dengan jawaban yang paling jujur dari sikap dan perilaku kita selama ini.
Semoga Allah menyayangi kita semua.
***
Ani SBY
Adalah wajar menghormati dan menghargai seorang manusia, karena kedudukannya, karena kemuliaannya, karena kekayaannya. Tapi menjadi tidak wajar, bila kemudian Pemilik Kesejatian Kedudukan, Kemuliaan, Kekayaan, tidak kita hormati tidak kita hargai.
Ini bukan tulisan esai yang pro partai demokrat. Ini juga bukan cerita tentang seseorang yang membela SBY. Ini hanya cerita seorang anak bangsa yang bangga sama ibu negaranya, istri presidennya yang berkuasa saat ini (SBY adalah presiden Indonesia saat tulisan ini dibuat, Web Admin). Itu saja.
Ok, saya memprologkan hal ini, sebab saya memang senang dengan Bu Ani SBY. Istri dari SBY. Senang. Sederhana. Kelihatan tidak neko-neko. Tidak kedengeran bisnis yang macam-macam. Nampaknya sosok ibu dan istri yang baik. Dan ini bukan tulisan yang menyatakan ketidaksenangan dengan beliau. Justru lantaran senangnya. Tulisan ini menjadi ada, karena Allah menjadikan ini sebagai pelajaran buat saya.
Pada satu saat, ada pameran buku-buku di Dunia Islam yang pembukaannya saya diundang utuk hadir. Dan katanya, dihadiri oleh Bu Ani SBY sebagai istri Presiden yang bakal membuka pameran secara resmi.
"Pengawalannya ketat Pak!" kata salah satu panitia.
Yang lainnya menimpali, "Iya, seluruh penyewa ruangan pameran, ga boleh lagi masukin barang sejak jam 11 malam tadi".
"Betul-betul diawasi", kata yang satunya lagi.
Saya mendengar dialog ini. Saya yang udah mau nerobos masuk, jadi ga enak. Bukan sombong, insya Allah wajah saya diberi keleluasan untuk masuk, he he he. Ada pengecualian. Coba saja saya dilarang masuk, ya saya pulang. Kalo saya pulang, maka jadual baca doa, jadi berantakan, he he he. Tapi saya tahan langkah saya ini. Biarlah sistem yang bekerja. Toh kalau panitia butuh, dia akan nyari saya. Namun, pelajaran tauhid, bergetar di hati saya. Saya bergumam di dalam hati, subhaanallaah. Untuk kedatangan pembesar negeri ini, dan ini baru istrinya, manusia sudah dibuat repot, he he he. Kenapa ya kalo yang datang Allah, kita tidak repot? Nah!
Coba aja lihat, barang-barang boleh masuk ke ruang pameran, jam 11 semalam sebelumnya. Dan di pagi hari, engga boleh lagi ada yang keluar masuk 2 jam sebelumnya. Sebab apa? Ya sebab tadi. Bu Presiden bakalan masuk ruangan. Clear Area.
Bagaimana dengan Allah? Bagaimana dengan kedatangan-Nya di waktu shalat?
Allah, hanya minta waktu sama kita untuk tepat waktu. Kita tidak disuruh bersiap-siap yang berlebihan hingga kemudian kita malah melupakan dunia kita. Kita hanya disuruh pada saatnya menghadap, tinggalkanlah perniagaan, tinggalkanlah jual beli. Itu kalau mau beruntung. Tapi lihat? Manusia lebih menghargai manusia yang lebih terhormat. Tidak mau melihat Yang Maha Terhormat. Manusia lebih bisa menghargai manusia lain yang lebih kaya. Tidak menghargai Yang Maha Kaya, Yang Teramat Kaya. Manusia, lebih menghargai terhadap mereka yang punya kekuasaan dan pengaruh lebih. Tapi terhadap Allah, Yang Maha Kuasa dan Teramat Kuasa, ya begitu dah bentuk penghargaan dan penghormatan kita. Kita tau sendiri bagaimana bentuknya.
Maka diri ini berpesan kepada diri ini sendiri, seyogyanya berkenalanlah dengan Allah. Lewat hati. Supaya bisa mementingkan Allah, menghargai Allah, menghormati Allah, lebih dari siapapun di dunia ini.
***
Gelisah
Bilakah kegelisahan menghilang dari kalbu kita manakalah kita mengabaikan waktu shalat?
Bila datang sebentar lagi waktu shalat, dan kita tahu siapa yang bakal turun ke langit dunia (yaitu Allah), sedang kita masih di jalan tol misalnya… bersyukurlah bila kemudian dikarunia hati yang gelisah. Gelisah apa? Gelisah tidak bisa shalat tepat waktu.
Di mana kita ketika waktu shalat tiba? Pertanyaan ini kita tanyakan kepada diri kita. Kalo kita menjawab, alhamdulillah kami sudah di dalam masjid # alhamdulillah kami sudah dalam keadaan berwudhu dan di atas sajadah # alhamdulillah kami sudah berjalan menuju masjid # maka bersyukurlah. Jangan sampe kemudian kita merasa "aman-aman" saja. Bahkan tidak gelisah sama sekali ketika jam shalat sudah mau habis.
Ya, banyak manusia yang gelisah dengan pendapatannya hari itu. Banyak manusia yang gelisah dengan proyek-proyeknya hari itu. Banyak manusia yang resah dengan masalahnya yang belum juga selesai hingga di hari itu. Banyak orang tua yang gelisah dengan keadaan anaknya yang sudah makan atau belum kalau anaknya pulang terlambat, dan gelisah kalau tidak ada tanda-tanda anaknya bakal datang. Tapi siapa yang mampu gelisah sebab khawatir shalat tidak tepat waktu?
Sebuah keutamaan adanya bila kemudian kita datang ke tempat shalat, menyiapkan diri untuk shalat, tapi waktunya azan belum lagi datang. Artinya, kitalah yang datang duluan. Adem rasanya.
Kalau kita tiada gelisah dengan kondisi buruknya shalat kita, maka Allah akan berikan kegelisahan itu di hati kita, sampai kita tidak tahu jawabannya apaan.
(source: unknown)
Subscribe to:
Posts (Atom)